Horasdihita saluhutna, au fransiscus falm sinaga dari Pakkat, keturunan dari Op. Marhoda Gaja Paltiraja, no 17, Sinaga Bonor Pande.. Kami masih menelusuri dari Paltiraja ke berapa kami, dan di kami terdapat pusaka peninggalan Op. Marhoda Gaja Paltiraja berupa Usus Gajah yg dikering yg dimana itu masih 1/3 bagian dan sisanya dibawa mengembara
Komplek Tugu Toga Sinaga, Desa Urat II, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Foto PPTSB JAMBI. SINAGA adalah salah satu marga tertua yang ada dalam suku Batak Toba. Asalnya dari Desa Urat, Pulau Samosir namun marga ini umum pula dikenal di Indonesia. Tidak sedikit pula keturunan Sinaga yang hari ini berada di penjuru dunia. Bila dijejaki dari garis leluhur, maka marga Sinaga keturunan Si Raja Batak generasi kelima. Dari Si Raja Batak memperanakkan Guru Tateabulan. Guru Tateabulan memperanakkan Tuan Sariburaja. Tuan Sariburaja memperanakkan Raja Lontung. Si Raja Lontung inilah yang menjadi ayahnya Sinaga. Si Raja Lontung memiliki sembilan anak yang terdiri dari 7 laki-laki dan 2 perempuan boru. Mereka antara lain Toga Sinaga, Tuan Situmorang, Toga Pandiangan, Toga Nainggolan, Toga Simatupang, Toga Aritonang, Toga Siregar, Siboru Amak Pandan, dan Siboru Panggabean. Menurut Tambunan dalam Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya, keturunan Lontung kebanyakan tinggal di Samosir. Keturunan Lontung kemudian menyebar memenuhi Tanah Batak. “Hampir di seluruh Tanah Batak terdapat keturunan Lontung, bermarga Sinaga,” tulis Tambunan. Dalam beberapa buku tarombo silsilah, sebagaimana dicatat antropolog Richard Sinaga dalam Silsilah Marga-Marga Batak, ada yang menempatkan Situmorang sebagai keturunan Lontung yang pertama sedangkan Sinaga pada urutan kedua. Menurut cerita orang tua turun-temurun, anak sulung Si Raja Lontung adalah Sinaga dan anak kedua Situmorang. Setelah dewasa, Situmorang lebih dulu kawin dengan Boru Limbong sementara adik Boru Limbong ini diperistri oleh Sinaga. “Karena itu Situmorang lazim disebut haha ni parrajaon menjadi abang karena istrinya kakak dari istri Sinaga dan Sinaga disebut haha ni partubu abang karena lebih dahulu lahir,” tulis Richard Sinaga. Sinaga mempunyai 3 anak laki-laki antara lain Raja Bonor, Raja Ratus, dan Raja Uruk. Masing-masing dari mereka mempunyai tiga anak laki-laki. Raja Bonor yang kemudian disebut Sinaga Bonor memperanakkan Raja Pande, Tiang Ditonga, dan Suhutnihuta. Si Raja Ratus yang kemudian disebut Sinaga Ratus memperanakkan Ratus Nagodang, Si Tinggi, dan Si Ongko. Raja Uruk yang kemudian disebut Sinaga Uruk memperanakan Sihatahutan, Barita Raja, dan Datu Hurung. Dalam Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, budayawan Sitor Situmorang mencatat persaingan antara marga Sinaga dan Situmorang pada masa Si Singamangaraja XII. Salah satu keturunan Sinaga bernama Ompu Palti Raja –menurut Belanda– adalah musuh bebuyutan Sisingamangaraja. Pada masa penyerangan Belanda, Ompu Paltiraja bersikap netral bahkan bermusuhan dengan Sisingamangaraja. Menurut Sitor, meski sama-sama keturunan Lontung, Situmorang dan Sinaga memainkan peran kultural dan politik yang berbeda. Marga Situmorang disebutkan sebagai bride giver karena Sisingmanagaraja selalu beristrikan boru Situmorang. Sementara Sinaga disebut oleh Sitor sebagai bride taker bagi dinasti Sisingamangaraja. “Dari silsilah diketahui bahwa relasi antara kedua marga kakak-beradik dalam lingkungan Lontung itu ditandai persaingan intern, yaitu perebutan hegemoni dalam organisasi parbaringin agama Batak di semua bius Lontung,” tulis Sitor. Selain itu, diterangkan Sitor antara marga Sinaga dan Situmorang kerap bersaing mengenai siapa yang berhak menjadi Pandita Bolon pendeta utama yang mempimpin organisasi parbaringin dalam bius paguyuban meliputi wilayah tertentu mereka. Sampai saat ini semua keturunan Toga Sinaga masih tetap satu marga yaitu marga Sinaga. Lain halnya dengan saudara-saudaranya yang enam, telah berkembang menjadi beberapa marga. Semua keturunan Toga Sinaga terhimpun dalam satu ikatan yang diberi nama Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boruna PPTSB. Persatuan ini ada di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan tingkat nasional. Pada 1966 PPTSB membangun tugu Toga Sinaga di Desa Urat, Samosir dan diresmikan pada Juni 1970. Di tanah air, beberapa tokoh bermarga Sinaga tercatat sebagai tokoh publik. Mereka antara lain Anicetus Bongsu Antonius Sinaga uskup agung, Saktiawan dan Ferdinand Sinaga pesepakbola, Restu dan Gita Sinaga artis peran, Indra Sinaga vokalis band Lyla, Narova Morina Sinaga vokalis band Geisha, Dolorosa Sinaga perupa, dan yang lainnya. Jikaibu yang melahirkan ibu kita ber marga A, perempuan bermarga A baik keluarga dekat atau tidak, tidak diperbolehkan saling menikah. 5.Marboru Namboru/Nioli Anak Ni Tulang Larangan berikutnya adalah jika laki-laki menikahi boru (anak perempuan) dari Namboru kandung dan sebaliknya, jika seorang perempuan tidak bisa menikahi anak laki-laki - Marga Sinaga merupakan salah satu dari sekian banyak marga yang ada si Sumatra Utara. Adapun marga ini dipercaya sebagai salah satu marga yang paling tua di dalam suku Batak. Hingga saat ini marga Sinaga telah menghiasai panggung nasional, mulai dari seniman, politisi, hingga Sinaga Marga Sinaga merupakan generasi kelima keturunan Si Raja Batak. Konon Si Raja Batak melahirkan Guru Tateabulan. Kemudian Guru Tateabulan melahirkan Tuan Sariburaja. Tuan Sariburaja lalu melahirkan Raja Lontung. Raja Lontung memiliki sembilan anak yang terdiri dari 7 laki-laki dan 2 perempuan atau boru. Mereka adalah Toga Sinaga, Toga Situmorang, Toga Pandiangan, Toga Nainggolan, Toga Simatupang, Toga Aritonang, Toga Siregar, Siboru Amak Pandan, dan Siboru Panggabean. Adapun keturunan Lontung ini mayoritas tinggal di Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba. Setelah itu banyak keturunan Lontung yang menyebar ke seluruh Tanah Batak. Setelah dewasa, Toga Situmorang mendahului Toga Sinaga menikah. Toga Situmorang menikah dengan Boru Limbong, sementara adik Boru Limbong dinikahi oleh Toga Sinaga memiliki 3 anak laki-laki, yakni Raja Bonor Sinaga Bonor, Raja Ompu Ratus Sinaga Ratus, dan Raja Hasugian Sinaga Uruk. Masing-masing mereka memiliki tiga anak laki-laki. Raja Bonor melahirkan Raja Pande, Tiang Ditonga, dan Suhutnihuta. Si Raja Ratus memperanak Ratus Nagodang, Si Tinggi, dan Si Ongko. Sementara Raja Uruk beranakkan Sihatahutan, Barita Raja, dan Datu Hurung. Hingga saat ini semua keturunan Toga Sinaga tetap memakai marga Sinaga. Berbeda dengan enam saudaranya yang telah berkembang menjadi beberapa marga. Keturunan Toga Sinaga terhimpun dalam ikatan yang bernama Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boruna PPTSB. Persatuan Sinaga ini ada di tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Bahkan PPTSB ini membangun tugu Toga Sinaga pada tahun 1966 dan diresmikan pada Juni 1970. Adapun letak tugu Toga Sinaga ini berada di Desa Urat, Samosir. Referensi Simanjuntak, Batara Sangti. 1978. Sejarah Batak. Medan K. Sianipar Company. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Perkawinanmarito adalah pernikahan dengan suatu marga yang dianggap sama. Misalnya satu punguan/ kumpulan parna dilarang saling menikah. Punguan parna terdiri dari sekitar 66 marga, jadi ada 66 marga yang dianggap sama dan tidak boleh saling menikah.

Published at 19 Mar 2021 Jakarta – Indonesia memiliki tujuh belas ribu lebih pulau yang di dalamnya menyimpan banyak keberagaman etnis, suku bangsa dan kebudayaannya. Salah satu suku bangsa di Indonesia yang terletak di Sumatera Barat yakni suku Batak. Banyak yang beranggapan bahwa suku batak merupakan suku yang identik dengan suaranya yang terkesan keras dan besar serta sikap apa adanya dalam berbicara. Hal ini disebabkan oleh banyaknya media telivisi yang membuat karakter orang batak seperti yang disebutkan diatas pada umumnya. Dikutip dari kali ini kita akan membahas mengenai fakta menarik tentang kebudayaan suku Batak yang jarang diketahui dan dibahas secara umum atau disebarkan melalui media-media. Fakta ini dijamin bikin kamu ingin berkunjung ke Sumatera Utara! 1. Mandok Hata Mandok Hata memiliki arti yaitu bercakap-cakap sebelum menjelang tahun baru. Hal ini adalah salah satu kebiasaan bagi orang batak. Tradisi ini biasanya dilaksanakan sewaktu kumpul bersama keluarga besar dan saling bercerita mengenai refleksi atau evaluasi setahun setelah itu dilanjutkan dengan saling meminta maaf kemudian merencanakan apa yang akan dicapai di tahun yang akan datang. Biasanya tradisi ini dimulai dari orangtua setelah itu ke anak. 2. Pantangan menikah dengan satu marga Khusus untuk orang batak, sangat terlarang untuk mereka menikah dengan seseorang yang satu marga dengannya. Atau tidak satu marga dengannya tetapi masih saudara dalam hubungan silsilah. Di dalam kebudayaan batak, anak batak beberapa marga masih dianggap satu silsilah sehingga bisa dikatakan sebagai saudara. Jadi tidak boleh baginya untuk menikah. Untuk itu di dalam setiap perkenalan pasti selalu ditanya apa marganya agar tidak tersandung cinta yang terlarang yang disebabkan marga. 3. Menikah dengan pariban sepupu Ada istilah dalam suku batak yakni pariban yang memiliki arti sepupu. Sepupu di sini merupakan jodohnya. Tetapi tidak sembarang sepupu lho, karena tidak semua sepupu dapat dinikahi. Sepupu yang dimaksud disini adalah jika ada seorang perempuan maka dapat menikah dengan anak laku-laki dari adik perempuan ayah. Sedangkan jika ada seorang laki-laki maka menikah dengan anak perempuan dari adik laki-laki ibu. 4. Mangulosi Ulos merupakan kain tradisional dari batak. Hal ini sama dengan kain batik dari jawa dan kain tenun dari NTT. Terdapat bermacam jenis ulos dan hal ini tergantung dari fungsi pemakainnya. Di dalam upacara baik itu pernikahan ataupun kematian biasanya menggunakan kain ulos yang berbeda. Tetapi tidak jarang hal ini juga menunjukkan strata seseorang dalam lingkungan sosial. 5. Tuhor Tuhor memiliki arti uang yang digunakan untuk menebus perempuan ketika hendak dilamar oleh laki-laki. Uang tuhor ini nantinya akan digunakan untuk biaya pernikahan, membeli kebaya pernikahan, kebutuhan pernikahan. Dan semua ini tergantung kesepakatan pihak laki-laki dan perempuan. Besarnya tuhor tergantung dari tingkat pendidikan perempuan. Semakin tinggi pendidikan dan posisi pekerjaan maka akan semakin besar pula tuhornya. Hal ini kerap dilakukan oleh sebagian besar orang batak yang masih memegang erat kebudayaan adat. Tapi, bagi orang batak yang lebih moderat sudah tidak akan mempermasalahkan tuhor lagi. Kalau sudah sama-sama saling mencintai maka akan dipermudah tuhornya. 6. Memiliki beberapa sub suku Sama halnya seperti suku jawa, batak juga mempunyai beberapa sub suku. Jika pada suku jawa yang kita ketahui sendiri memiliki beragam dan bisa dikatakan dibedakan dari daerah asalnya seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo dan Malang. Walaupun secara keseluruhan sama dalam suku jawa tapi mempunyai perbedaan baik dari segi bahasa, kebiasaan ataupun budayanya. Demikian pula dengan suku batak yang mempunyai beberapa sub suku yaitu Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Simalungun. 7. Martarombo Orang Batak sangat senang dengan Martarombo atau bertutu dan mencari-cari hubungan satu dengan yang lainnya. Jadi semisal ketika bertemu dengan orang, maka hal yang biasa ditanyakan adalah apa marganya, selanjutnya akan berusaha mencari hubungan pertalian dengan sesama marganya sendiri. Yang akan terjadi adalah hampir ada hubungan saudara sesama orang batak ketika mereka bertemu. Meskipun terlihat bernada keras saat berbicara, ternyata suku batak memiliki keistimewaan dalam hal kebudayaanya. Semoga dirimu semakin mengenal suku bangsa Indonesia ya guys.

lpgT.
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/436
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/566
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/286
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/555
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/81
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/217
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/396
  • 4n9y35mkvu.pages.dev/305
  • marga sinaga tidak boleh menikah dengan marga